30 Mei 2013

Ini 5 Penyebab Polisi di Indonesia Bisa Cepat Kaya

Ilustrasi (Dok Okezone) Ilustrasi (Dok Okezone) 
Kepolisian Republik Indonesia kembali mendapat sorotan tajam publik. Betapa tidak, masih segar dalam ingatan mantan Kepala Korps Lalu Lintas Irjen Pol Djoko Susilo terseret dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulator SIM yang merugikan negara hingga miliaran rupiah.


Irjen Djoko belakangan terungkap memiliki sederet rumah mewah, pom bensin, bus, mobil mewah, sawah dan berbagai aset kekayaan lainnya yang kini sudah disita oleh penyidik Komisi Pemberantasan Kosupsi.

Tak lama berselang, seorang bintara berpangkat Ajun Inspektur Polisi Satu (Aiptu) Labora Sitorus yang berdinas di Polres Raja Ampat, Papua kedapatan memiliki rekening fantastis yang nominalnya mencapai Rp900 miliar. Dalam lima tahun terakhir, PPATK juga mencatat adanya transaksi sebesar Rp1,5 triliun yang dilakukan Aiptu Labora.

Atas temuan ini Kepolisian kemudian melakukan penyelidikan keterkaitan Labora pada kasus penimbunan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan penyelundupan kayu yang telah ditangani Polda Papua sejak Maret 2013.

Saat diperiksa, Labora mengaku memiliki usaha di bidang migas dan kayu. Namun, menurut dia bisnis itu legal. PT Rotua yang bergerak di bidang kayu dan PT Seno Adi Wijaya (SAW) yang bergerak di bidang migas dibeli oleh istri Labora tak lebih dari sepuluh tahun lalu.

Jajaran direksi perusahaan itu ditempati oleh orang-orang dari dalam keluarga besarnya. Istri Labora menjadi komisaris, adik iparnya menjadi direktur, dan kepemilikan saham dibagi juga kepada dua anaknya.

Sehubungan dengan pengakuan di atas, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane menilai, sangat tidak logis dan sulit dicerna oleh akal sehat, seorang bintara Polri memiliki rekening 'gendut' yang bahkan nominal kekayaannya bisa melebihi perwira tinggi selevel jenderal sekalipun.

Hal ini pun kemudian menuai kontroversi, bolehkah seorang anggota Polri menyambi berbisnis sampingan guna mendapatkan penghasilan tambahan di luar kedinasannya? Berikut wawancara lengkap Okezone dengan Neta S Pane, Senin (20/5/2013):

Aiptu Labora Sitorus, seorang bintara anggota Polres Raja Ampat Papua kedapatan memiliki rekening hingga triliunan rupiah. Namun, ketika kasus ini mencuat, kenapa Kompolnas justru “membela” Aiptu Labora? Menurut Anda, ada fenomena apakah ini?

Seharusnya posisi Kompolnas tidak “membela” pihak yang diduga melakukan tindakan KKN. Dalam kasus ini karena LS mengadu, Kompolnas harus menerima pengaduan tersebut untuk kemudian melakukan kroscek, apakah LS di pihak yang benar atau tidak. Kalau LS berada di pihak yang benar, Kompolnas harus membelanya.

Apa memang diperbolehkan seorang anggota Polri berbisnis atau kerja sambilan demi mendapat penghasilan tambahan dengan cara-cara seperti itu?

Dalam kasus Aiptu Labora, ada kesalahan yang fatal yang dilakukan, yakni sebagai anggota polisi dia berbisnis. Kalau dia mau menjadi pengusaha, seharusnya Labora keluar dari Kepolisian. Sebab, bukan mustahil keberadaannya sebagai Korps Polri disalahgunakan atau dimanfaatkan untuk memperkaya diri sendiri dengan trik-trik bisnisnya. Fakta-fakta inilah yang seharusnya dilihat dan dicermati Kompolnas agar Kompolnas tidak dituding membela Aiptu Labora secara membabibuta.

Apa faktor pemicu para polisi di daerah kerap melakukan praktek bisnis ilegal tersebut?

Ada dua faktor penyebabnya. Pertama tidak adanya pengawasan terhadap sikap, perilaku, dan kinerja anggota Polri, terutama di daerah. Kondisi ini membuat banyak polisi di daerah bersikap semaunya untuk memperkaya diri dengan cara-cara ilegal. Polisi-polisi yang di daerahnya ada lokasi tambang, hutan, perkebunan, dan perikanan banyak lebih kaya ketimbang Polisi di Jakarta.

Kedua, gaya hidup hedonis yang cenderung membuat banyak polisi menjadi bermata gelap untuk meraih kehidupan sosialita yang gemerlap. Tak heran, walau gajinya sangat kecil, banyak polisi yang punya rumah mewah ataupun mobil mewah.

Lalu, banyak anggota Polri yang bergelimang harta bahkan kaya mendadak terutama yang berdinas di daerah. Sebenarnya apa faktor penyebab mereka bisa kaya mendadak seperti itu?

Rendahnya pengawasan terhadap polisi membuat Labora-Labora lain bermunculan di berbagai daerah. Kecurangan tingkat tinggi itu cenderung dilakukan oknum-oknum Polri untuk memperkaya diri. Ada lima hal yang membuat anggota Polri bisa kaya raya.

Pertama, karena kolusi dan pertemanan destruktif. Kedua, menjadi makelar kasus. Ketiga, menerima setoran dari bawahan. Keempat, melakukan pungli. Kelima, memanipulasi barang bukti. Keenam, menerima uang ucapan terimakasih. Poin terakhir ini merupakan komponen yang cukup signifikan dan cenderung dianggap halal padahal sebuah gratifikasi.

Mabes Polri sudah menangkap dan menahan Aiptu LS. Lalu, sanksi apa yang tepat bagi seorang bintara yang ketahuan nyambi bisnis ilegal terkait kasus-kasus seperti ini?

IPW memberi apresiasi kepada Polri yang dengan cepat menahan dan menjadikan Aiptu Labora sebagai tersangka. Mengingat Polri sudah menjeratnya dengan pasal pencucian uang, Polri harus segera menyita semua kekayaan Labora, seperti KPK melakukannya terhadap Irjen Djoko Susilo. Soal berapa lama hukumannya, biar nanti pengadilan yang memutuskan.

0 comments:

Posting Komentar