JAKARTA - Harga emas naik ke level
tertinggi sejak Mei, karena ketegangan politik di Suriah yang
meningkatkan permintaan untuk logam mulia sebagai penyimpan nilai.
Harga
emas berjangka untuk pengiriman Desember naik 1,9% di US$1.420,20 per
ounce pada pukul 1:44 di Comex di New York, lompatan terbesar sejak 15
Agustus.
Sebelumnya, harga emas mencapai US$1.424, tertinggi untuk kontrak teraktif sejak 15 Mei.
"Fakta
bahwa permintaan investasi telah terangkat kembali kendati agak
terlambat, ditambah dengan konflik Suriah meningkat, bisa melihat
kemajuan terus," ujar Adam Klopfenstein, ahli strategi pasar senior di
Archer Financial Services Inc di Chicagoanalis di Commerzbank AG.
Menteri
Luar Negeri AS John Kerry mengatakan Suriah akan bertanggung jawab
untuk menggunakan senjata kimia. Emas telah rebound 20% dari posisi
terendah 34 bulan US$1.179,40 per ounce pada Juni, karena harga yang
lebih rendah mendorong permintaan untuk perhiasan, koin dan batangan.
"Suriah adalah barometer bullish baru untuk emas. Kami melihat minat baru pada emas."
Rusia dan Kazakhstan memperluas cadangan emas mereka untuk 10 bulan beruntun pada Juli, data Dana Moneter Internasional.
Emas
telah turun 15% tahun ini, karena beberapa investor kehilangan
kepercayaan dalam logam mulia sebagai penyimpan nilai dan spekulasi
bahwa Federal Reserve akan mengurangi stimulus.
Karena kemungkinan
serangan militer pimpinan AS terhadap rezim Suriah, para investor
melarikan diri dari saham dan membanjiri "safe haven" emas. Saham AS
merosot pada Selasa, mengikuti sebagian besar pasar saham Asia dan pasar
saham di Eropa.
Penundaan pagu atau plafon utang dan perdebatan yang akan terjadi di Kongres AS adalah faktor lain yang meningkatkan harga emas.
Data
ekonomi yang dirilis pada Selasa bervariasi. Lembaga riset Conference
Board melaporkan indeks keyakinan konsumen AS di 81,5 pada Agustus,
sedikit lebih tinggi dari angka yang tercatat untuk Juli, harga rumah AS
meningkat 2,2% pada Juni, pertumbuhan lain yang kuat tetapi lebih
lambat dari Mei, menurut pengukur S&P Case-Shiller.
Source : Bloomberg
Editor : Sepudin Zuhri