SUNGAI selebar
dua meter dengan menarik perhatian siapapun yang berjalan di tepinya, di
sebuah jalan tanah setapak yang hanya bisa dilalui dua orang.
Dasar sungai dari bebatuan dan ikan-ikan kecil tampak lalu lalang
menandakan jika air yang mengalir cukup jernih. Sebuah plang bertuliskan
Candi Sumber Awan menunjuk ke arah barat. Beberapa pemuda tampak asik
berjalan di tepi sungai yang di sebelah kiri tampak hamparan tanaman
padi yang baru ditanam.
Beberapa warga sekitar juga sedang asik berendam di sungai, tak
ketinggalan anak-anak kecil juga tengah asik mandi di sungai yang airnya
berasal dari sumber mata air di sebelah lokasi Candi Sumber Awan.
Sepanjang tahun tak pernah berhenti aliran sumber air yang berasal dari
kaki Gunung Arjuna ini.
Di depan sumber, juga ada sebuah bangunan mirip kolam. Beberapa pipa
dari besi juga terpasang dari beberapa titik yang disalurkan ke beberapa
instansi pemerintah yang berkantor di Kecamatan Singosari.
Setelah berjalan sekira 500 meter, sedikit berbelok ke kanan di tepi
hutan pinus tampak sebuah bangunan yang terbuat dari batu andesit, khas
bangunan candi. Namun, tidak seperti candi pada umumnya, bangunan Candi
Sumber Awan berbentuk stupa dan merupakan satu-satunya candi yang
berbentuk stupa di Jawa Timur.
Tak heran jika di depan pagar lokasi candi ada dua plakat nama Candi
Sumber Awan dan Stupa Sumber Awan. Lokasi candi ini berada di pinggir
hutan pinus yang berada di lereng Gunung Arjuna. Berada di antara kolam
yang berasal dari sumber di samping candi. Stupa ini tingginya sekira
2,23 meter dan terletak di Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari,
Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Menurut penuturan juru pelihara candi, Suryadi (52), keberadaan Candi
Sumberawan tidak lepas dari kerajaan Majapahit, khususnya di era
kepemimpinan Hayam Wuruk. Suryadi menjelaskan, berdasarkan kitab
Negarakertagama, Candi Sumberawan diperkirakan dibangun pada abad 14
sampai 15 Masehi, atau pada masa periode Majapahit.
”Iini bisa dilihat dari bentuk batur atau stupa yang ada. Bahkan dari
latar belakangnya, bisa dipastikan kalau candi ini dibangun pada
kejayaan agama Budha di Indonesia,” kata Suryadi.
Dikisahkan, lokasi Candi Sumberawan pernah dikunjungi Raja Hayam Wuruk
di tahun 1359 Masehi ketika melakukan perjalanan keliling wilayahnya.
Saat itu, kawasan tersebut masih hutan belantara. Hayam Wuruk menemukan
beberapa sumber mata air yang memiliki aura tinggi. Karena itu, ia
membangun Candi Sumber Awan dan waktu itu dikenal sebagai Kasurangganan
atau padepokan. Istilah Kasurangganan sendiri cukup terkenal di Kitab
Negarakertagama.
Candi ini ditemukan pertama kali tahun 1904. Saat ditemukan, stupa candi
sudah tidak ada. Selanjutnya, pada tahun 1935, dilakukan penelitian
oleh Dinas Purbakala Hindia Belanda yang kemudian dilanjutkan pemugaran
pada bagian kaki candi pada tahun 1937. Pemugaran tidak bisa dilakukan
dengan sempurna, karena itulah ada beberapa bagian yang direkontruksi
secara darurat.
Candi Sumberawan merupakan satu-satunya candi yang berbentuk stupa di
Jawa Timur. Pada batur candi yang tinggi terdapat selasar dan kaki candi
memiliki penampit pada keempat sisinya. Di atas kaki candi berdiri
stupa yang terdiri atas lapik bujur sangkar dan lapik berbentuk segi
delapan dengan bantalan Padma. Bagian atas berbentuk genta (stupa) yang
puncaknya telah hilang.
Saat renovasi, karena kesulitan dalam perencanaan kembali bagian atas
candi, maka bagian tersebut tidak dipasang kembali. Diperkirakan pada
puncaknya tidak dipasang payung atau chattra, karena sisa-sisanya tidak
ditemukan sama sekali.
Di sekitar lokasi candi juga ada bangunan yang digunakan untuk para
pelaku spiritual yang ingin bermalam. Ada dua bilik kamar yang di
depannya memancar air yang tak pernah berhenti. Di sebelah barat candi
juga ada lokasi sumber mata air yang digunakan sebagai tempat bersuci.
Lokasi-lokasi ini juga tak pernah sepid ari beberapa sesajen maupun
aroma dupa serta kembang sekar.