Dari tiada menjadi ada, dan dari tidak mempunyai apa-apa kini
memiliki sesuatu yang bisa dibanggakan. Cerita sukses ini menjadi bagian
dari sejarah dan perjuangan hidup pemilik nama singkat Nurdin, kelahiran asli Kota Bandung, Jawa Barat.
Sekitar
15 tahun lalu selepas dari pendidikan sekolah kejuruan menengah di
Bandung, tepatnya di STM Merdeka, Nurdin tidak memiliki sesuatu yang
bisa dijadikan sebagai modal kerja. Maka jalan pintas untuk meraih hasil
untuk berjuang hanya emperan jalan.
Tepatnya, menjadi pedagang
kaki lima atau PKL. Namun itu hanya menjadi bagian kenangannya, karena
ketika bergerak mengadu nasib ke Jakarta dan akhirnya berlabuh di Kota
Hujan Bogor, terjadi perubahan nasib ke arah perbaikan ekonomi.
Karena
hobinya terhadap seni sangat tinggi, maka pada 2003 Nurdin atau yang
memiliki panggilan Bim Bim, lalu membuka rumah seni Bogor Kreatif. Meski
pada awalnya sanggar itu sangat sederhana, namun disinilah titik balik
keberhasilan Bim Bim.
Pelepah pisang, batu, kayu sampai batok
kelapa yang terbuang percuma atau sampah, bahkan bisa diolahnya menjadi
produk tertentu. Meski pendidikan formalnya terbatas, namun bakat seni
yang dimiliki ternyata mampu mendorong daya imajinasi positifnya.
”Saya
siap menjadikan sesuatu benda yang terbuang tanpa nilai menjadi uang.
Ketika berstatus pedagang kaki lima, saya selalu mensiasati agar usaha
yang dijalankan berjalan tanpa perlu modal , dan ternyata bisa,” tutur
Bim Bim kepada Bisnis.
Karena itu pula beberapa
perlengkapan alat tulis dan kantor atau ATK, berhasil diciptakan Bogor
Kreatif dengan menggunakan bahan baku pelepah pisang yang sudah kering.
Bahannya tentu ada yang sudah kering dan basah sebelum diproses menjadi
ATK.
Jika bahan bakunya masih basah, maka akan diproses melalui
penghancuran serta kemudian diolah menjadi berbagai item benda sesuai
jenisnya. Di tangan Bim Bim dan perajinnya, pelepah pisang ternyata bisa
dijadikan apa saja untuk jadi bernilai ekonomi.
Yang menakjubkan
dari kreasi Bim Bim adalah, setiap kali menemukan benda yang terbuang,
tidak akan pernah lepas dari pandangannya. Lalu, benda itu akan
dijadikan menjadi sesuatu yang layak dinikmati siapapun yang mencintai
karya seni.
Ketika dia menemukan bambu terbuang di mana saja, sisa
itu lalu dikumpulkan dan didaur ulang menjadi keranjang dan benda apa
saja yang pada saat memulai berkarya, ide-ide inovatifnya muncul. Pohom
bambu itu misalnya dijadikan asbak, tempat lilin dan lainnya.
Menempati
gallery atau sanggar seluas 1.000 meter persegi, Bim Bim menyediakan
produk yang berbahan dasar alami. Di antaranya, kertas terbuang, akar
tanaman yang sudah mati, rumput-rumput liar dan masih banyak lagi.
Produk
yang dihasilkannya bisa menjadi asesoris pernikahan berupa kotak
seserahan, peralatan memasak seperti centong nasi, piring kayu, piring
anyaman, alat permainan dari kayu, alat music tradisional.
Luar
biasa memang. Namun demikian jangan pernah berasumsi jika bisnis yang
ditekuninya hanya berorientasi pada uang. Sebagai seorang wirausaha
sukses, Bim Bim membagi areal sanggarnya menjadi empat bagian.
”Kami
juga menyediakan jasa pelatihan yang arahnya pada penciptaan
wirausahawan. Misalnya workshop untuk kerajinan tangan, pelatihan
pembuatan berbagai kerajinan demean sasaran anak-anak, remaja, dewasa,
anak jalanan maupun yang tidak mampu.”
Sebagai wirausaha yang
peduli terhadap peningkatan kualitas produk, maka Bim Bim tidak bisa
menghindari permintaan pasar ekspor. Maka produknya pun sudah pernah
dinikmati masyarakat penduduk dunia India, Belanda, dan Singapura.
Namun apa komentarnya tentang pasar ekspor?
“Sulit
dan merepotkan, karena banyak permintaan mereka yang harus dipenuhi.
Karena itu saya lebih memilih pasar lokal dan nasional untuk pemasaran
produk ini. Saya bahkan bisa berkonsentrasi untuk lebih mengembangkan
produk lain, ” ungkap Bim Bim.
Untuk operasional di galerinya, Bim
Bim didukung 7 personil plus tenaga outsourcing di beberapa lokasi atau
sentra di kawasan Bogor yang membantu proses produk Bogor Kreatif.
Mereka membantu berdasarkan segmen dan kekuatan masing-masing dalam
proses produksi.
Mengenang masa sulit yang telah dilaluinya, Bim
Bim tidak terlalu peduli terhadap parameter kesuksesan yang diraihnya
saat ini. Itu didasari keinginannya terjun ke industri kerajinan dan
kreatif didorong jiwa seni.
”Kalau diukur dari omzet sangat Alhamdulillah,
namun yang paling penting adalah kepuasan berekspresi. Apalagi saya
sudah bisa tenang melakukan seluruh aktifitas bisa terfokus pada satu
titik di Jalan Tentara Pelajar, Bogor,” papar Bim Bim.
Kepuasan
itu bahkan mencapai kilmaksnya ketika dia mampu memberdayakan masyarakat
untuk berkarya sebagai salah satu sarana untuk menjadi wirausaha baru
untuk mengikuti jejaknya. Mempunyai rumah adalah tujuan utama yang
sudah bisa dipenuhinya untuk keluarga tercinta.
Dia membina
masyarakat juga lebih didorong dari inisiatifnya sendiri. Karena itu Bim
Bim juga bersedia mengeluarkan biaya dari koceknya sendiri untuk
menjadikan setiap orang yang mau mengubah nasibnya menjadi wirausaha di
sector industri kerajinan dan kreatif.
Sikap yang diambil Bim Bim
yang tidak sepotong-potong membina masyarakat, karena dia merasakan
bagaimana pahitnya perjalanan hidup apabila seseorang tidak memiliki
ketrampilan. Itu sebabnya Bogor Kreatif memilih tagline Berkarya selagi
kita masih bisa berkarya.
“Saya harus berbagi demean masyarakat
tanpa harus memperdulikan omzet dari bisnis ini. Itu sebabnya saya juga
menyediakan fasilitas café di galeri saya, agar anak-anak muda bisa
terpancing menjadi wirausaha baru kreatif,” ungkap pemenang Pemuda
Pelopor Kewirausahaan Nasional 2007 tersebut.
Meski ada perbedaan
atau perubahan era yang tidak bisa dielakkan Bim Bim, namun dia tetap
mengutamakan prinsip dasar lama yang membuat dia bisa menjadi seorang
wirausahawan sukses seperti sekarang ini.
Perbedaan itu adalah,
ada kewajiban membeli bahan baku, karena setiap benda apapun saat ini
bisa dijadikan sebagai sumber pendapatan. Meskipun itu hanya beberapa
ruas pohon bamboo atau batok kelapa.
“Saya masih terus
mensiasatinya dengan prinsip atau konsep lama, yakni dengan mengeluarkan
sedikit modal, tapi bisa menghasilkan keuntungan optimal. Sebagai
contoh, dulu limbah pabrik masih bisa diminta tanpa membeli. Sekarang
saya harus membeli, namun tetap saya tekan pada harga paling rendah.”
20 Juni 2013
Dari Barang Terbuang
10:13:00 PM
No comments
Editor : Fatkhul Maskur
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar