Menjelang rapat paripurna DPR-RI yang membahas APBNP 2013, Senin 17 Juni
2013, fraksi PDIP membagi-bagikan buku saku berjudul "APBN-P pro desa".
Buku saku yang terdiri dari 24 halaman ini berisikan sikap fraksi
partai pimpinan Megawati Soekarno Putri terhadap postur APBN-P versi
pemerintah.
Dikutip dari buku tersebut, PDIP menjelaskan sejarah
APBN sejak zaman pemerintah di era Orde Baru yang menyebut APBN sebagai
APBN berimbang. Artinya, besar penerimaan sama dengan pengeluaran. Hal
ini terlihat dalam pos belanja negara terdapat dua pos pembiayaan yang
dibiayai dari utang, yaitu pos pembiayaan program dan pos pembiayaan
luar negeri.
PDIP juga menjelaskan, sejak era Orde Baru, APBN
yang merupakan neraca keuangan negara itu sebetulnya sudah defisit.
Biasanya, defisit itu dibiayai oleh uang yang bersumber dari utang
negara, baik dalam dan luar negeri.
Dari tahun ke tahun, utang
negara semakin menumpuk sehingga pada 2012 utang negara RI sudah
menembus angka Rp1.800 triliun. Artinya, Indonesia masuk dalam perangkap
utang (debt trap).
Namun, pada APBN Perubahan tahun 2013 ini,
pemerintah kembali mengajukan utang negera senilai Rp215,43 triliun.
PDIP menyebutkan, rasio pembayaran utang luar negeri RI terhadap debt service ratio (DSR) pada 2012 sudah mencapai 34,9 persen.
Artinya,
sudah dalam tahap berbahaya karena seharusnya dijaga tidak lebih dari
20 persen. Saat ini negara dalam keadaan darurat utang. Selain itu,
dalam rancangan APBNP 2013 yang diajukan pemerintah, asumsi makro target
pertumbuhan ekonomi 2013 turun dari 6,8 persen menjadi 6,3 persen.
Padahal
PDIP menghitung pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen akan menyarap 450
ribu tenaga kerja. Tak hanya itu, penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi
juga akan menyebabkan penurunan penerimaan pajak.
Dalam analisa
PDIP, RAPBNP 2013 versi pemerintah menyiratkan kegagalan untuk
mengoptimalkan penerimaan negara, sehingga negara mengalami defisit Rp41
triliun. Ironisnya, pemerintah mencari sumber penerimaan baru dengan
menaikkan harga BBM bersubsidi sehingga dapat melakukan penghematan
senilai Rp42 triliun.
PDIP berpandangan, kenaikan BBM sebagai
langkah pemerintah menutupi kegagalan dalam mengurus penerimaan negara
sekaligus menjaga pertumbuhan ekonomi sehingga pertumbuhan ekonomi
melambat.
Kenaikan harga BBM bersubsidi hanyalah upaya pemerintah
memperoleh dana Rp42 triliun yang akan digunakan untuk program
pencitraan seperti BLSM dan Bansos sebanyak Rp30 triliun. (umi)
25 Juni 2013
Rizky Lahir, Jumlah Orang Utan di KBS 13 Satwa
5:30:00 AM
No comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar