25 Juni 2013

Rizky Lahir, Jumlah Orang Utan di KBS 13 Satwa


Menjelang rapat paripurna DPR-RI yang membahas APBNP 2013, Senin 17 Juni 2013, fraksi PDIP membagi-bagikan buku saku berjudul "APBN-P pro desa". Buku saku yang terdiri dari 24 halaman ini berisikan sikap fraksi partai pimpinan Megawati Soekarno Putri terhadap postur APBN-P versi pemerintah.

Dikutip dari buku tersebut, PDIP menjelaskan sejarah APBN sejak zaman pemerintah di era Orde Baru yang menyebut APBN sebagai APBN berimbang. Artinya, besar penerimaan sama dengan pengeluaran. Hal ini terlihat dalam pos belanja negara terdapat dua pos pembiayaan yang dibiayai dari utang, yaitu pos pembiayaan program dan pos pembiayaan luar negeri.

PDIP juga menjelaskan, sejak era Orde Baru, APBN yang merupakan neraca keuangan negara itu sebetulnya sudah defisit. Biasanya, defisit itu dibiayai oleh uang yang bersumber dari utang negara, baik dalam dan luar negeri.

Dari tahun ke tahun, utang negara semakin menumpuk sehingga pada 2012 utang negara RI sudah menembus angka Rp1.800 triliun. Artinya, Indonesia masuk dalam perangkap utang (debt trap).

Namun, pada APBN Perubahan tahun 2013 ini, pemerintah kembali mengajukan utang negera senilai Rp215,43 triliun. PDIP menyebutkan, rasio pembayaran utang luar negeri RI terhadap debt service ratio (DSR) pada 2012 sudah mencapai 34,9 persen.

Artinya, sudah dalam tahap berbahaya karena seharusnya dijaga tidak lebih dari 20 persen. Saat ini negara dalam keadaan darurat utang. Selain itu, dalam rancangan APBNP 2013 yang diajukan pemerintah, asumsi makro target pertumbuhan ekonomi 2013 turun dari 6,8 persen menjadi 6,3 persen.

Padahal PDIP menghitung pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen akan menyarap 450 ribu tenaga kerja. Tak hanya itu, penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi juga akan menyebabkan penurunan penerimaan pajak.

Dalam analisa PDIP, RAPBNP 2013 versi pemerintah menyiratkan kegagalan untuk mengoptimalkan penerimaan negara, sehingga negara mengalami defisit Rp41 triliun. Ironisnya, pemerintah mencari sumber penerimaan baru dengan menaikkan harga BBM bersubsidi sehingga dapat melakukan penghematan senilai Rp42 triliun.

PDIP berpandangan, kenaikan BBM sebagai langkah pemerintah menutupi kegagalan dalam mengurus penerimaan negara sekaligus menjaga pertumbuhan ekonomi sehingga pertumbuhan ekonomi melambat.

Kenaikan harga BBM bersubsidi hanyalah upaya pemerintah memperoleh dana Rp42 triliun yang akan digunakan untuk program pencitraan seperti BLSM dan Bansos sebanyak Rp30 triliun. (umi)

0 comments:

Posting Komentar