13 Juni 2013

Mengapa Belajar dari Surabaya ?

 Wakil Gubernur DKI  Basuki Tjahaja Purnama

Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menyatakan Jakarta perlu belajar banyak dari Surabaya. Ini tak lain karena peringkat tata kelola pemerintahan DKI terus menurun.

Di sela membuka seminar tata kelola pemerintahan di Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis 13 Juni 2013, Ahok mengatakan tata kelola pemerintahan Jakarta belum sempurna. "Masih banyak yang perlu diperbaiki," katanya.

Lembaga nonprofit Partnership for Governance Reform baru-baru ini melansir peringkat tata kelola pemerintahan melalui Indonesia Governance Index (IGI). Jakarta yang saat ini digawangi Joko Widodo hanya mampu menempati posisi ketiga, tertinggal dari Yogyakarta dan Jawa Timur yang masing-masing menempati peringkat pertama dan kedua. Padahal tahun lalu DKI Jakarta menduduki peringkat pertama.

Atas dasar itulah, Ahok menilai Jakarta perlu banyak belajar dari Jawa Timur. "Tata kelola pemerintahan di Indonesia itu sangat komperhensif."

Turunnya peringkat ini, kata Ahok itu wajar. Mengingat Jakarta masih banyak yang harus dibenahi, khususnya menyangkut sengketa lahan dan perizinan. "Yang paling banyak dikeluhkan orang kan soal Izin Mendirikan Bangunan. Itu masalahnya," kata mantan bupati Belitung ini. "Yang jelas kami harus belajar banyak dari Surabaya. Di sana sangat baik."

Selain permasalahan itu, kata Ahok, yang paling utama harus diperbaiki adalah orang-orang yang bekerja di lingkungan Pemprov DKI.  Seluruh staf Pemprov harus melayani masyarakat dengan baik sehingga roda pemerintahan berjalan lancar.

"Orang-orang harus di-tune up dulu supaya persepsinya melayani masyarakat, bukan pejabat," kata Ahok.

Dia mencontohkan, pelayanan di rumah susun Marunda. Ahok mengaku kesal lantaran orang-orang di Dinas Perumahan memperlakukan diri sebagai pejabat. Mereka tidak menyelesaikan masalah warga yang seharusnya menjadi tugas utama.

"Saya baru marah-marah. Masa yang tinggal di rusun musti bolak-balik ke kantor Dinas Perumahan. Sampai sana tidak beres-beres. Apa susahnya sih kalau orang Dinas Perumahan itu bawa dokumen ke rusun," katanya.

Puji Rismaharini

Tak cuma ingin belajar dari Surabaya, Ahok juga melontarkan pujian kepada Walikota Surabaya, Tri Rismaharini. Menurut dia, Risma berhasil menata ibu kota Jawa Timur itu dengan baik.

Ahok bahkan menyebutkan jika Risma pantas menjadi Gubernur DKI Jakarta menggantikan Joko Widodo, apabila Jokowi jadi calon presiden pada Pemilihan Presiden 2014.

"Tahun ini peringkat DKI kalah sama Jawa Timur. Kalau Pak Jokowi jadi presiden, baiknya Bu Risma suruh ke sini saja," kata Ahok. "Orang-orang daerah memang teruji, mantan Wali kota Solo bagus apalagi wali kota Surabaya."

Ahok menilai, tipikal kepemimpinan Wali kota Surabaya itu hampir sama dengan Jokowi. Keduanya bersifat keras dan tahu bagaimana cara merealisasikan rencana.  Hal itu terbukti dari penilaian pelayanan publik terhadap kota Surabaya.

"Dia juga suka blusukan kayak Pak Jokowi," katanya.

Ahok menuturkan, pelayanan di kota Surabaya sudah seperti sebuah biro jasa, karena melayani kliennya dengan baik. Tidak harus selalu masyarakat yang datang ke kantor pemerintahan. Tapi justru staf pemerintahan yang melayani masyarakat.

"Layanan perizinan tanah, IMB, akta. DKI harus belajar banyak dari Surabaya," kata Ahok.

Lemah partisipasi
Baru-baru ini Partnership for Governance Reform (www.kemitraan.or.id) mengumumkan Indonesia Governance Index. Indeks ini dihitung berdasarkan serangkaian analisis data publik dan persepsi tata kelola pemerintahan di 33 Provinsi.

Hasilnya, peringkat lima teratas hasil IGI tahun 2012 adalah Provinsi DIY (6,80), Jawa Timur (6,42), DKI Jakarta (6,33), Jambi (6,24), dan Bali (6,23). Sedangkan lima provinsi terbawah adalah Provinsi Papua (4,86), Nusa Tenggara Timur (4,82), Bengkulu (4,77), Papua Barat (4,42) dan Maluku Utara (4,41).

Dalam konsep demokrasi modern, kualitas governance tidak hanya ditentukan oleh kinerja arena pemerintah, yaitu lembaga eksekutif dan legislatif saja, melainkan juga interaksi pemerintah, birokrasi, masyarakat sipil, dan masyarakat ekonomi alias swasta.

Karena itu Partnership mengukur kinerja di empat arena yang berkontribusi pada tata kelola provinsi dengan menggunakan enam prinsip good governance, yaitu akuntabilitas, transparansi, partisipasi, keadilan, efisiensi, dan efektivitas. Penilaian kinerja di empat arena juga mempertimbangkan nilai/bobot kontribusi masing-masing sesuai dengan perannya dalam menentukan peringkat sebuah provinsi.

“Salah satu yang berkontribusi menjadikan DKI Jakarta menduduki peringkat tiga terbaik adalah kinerja arena Birokrasi (7,34),” kata Peneliti IGI Jakarta-Herry Yogaswara dalam siaran pers yang diterima VIVAnews, Rabu 12 Juni. Namun bukan berarti kinerja Jakarta sudah baik, sebab salah satu kelemahan di birokrasi adalah penerapan prinsip partisipasi yang masih lemah (4,05).

“Ini disebabkan karena belum efektifnya unit pelayanan pengaduan masyarakat yang ada di bidang pendidikan, kesehatan, pengentasan kemiskinan, dan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi,” ujarnya.

Berbanding dengan birokrasi, kinerja masyarakat sipil justru mendapatkan nilai terendah (5,33) di antara arena yang dinilai. Selain itu, IGI juga menyajikan laporan lengkap terkait dengan temuan-temuan di masing-masing provinsi serta rekomendasi terhadap perbaikan implementasi governance yang lebih baik di provinsi bersangkutan.

Berkaitan dengan metodologi dan kualitas penelitian, Pelaksana Tugas Direktur Eksekutif Kemitraan Budi Santoso mengatakan sejauh ini Pemerintah Pusat melalui Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan Kementerian Dalam Negeri telah merekomendasikan Indeks yang dibuat untuk digunakan sebagai alat monitoring tata kelola pemerintahan provinsi.

Sedangkan pada level internasional, selain beberapa negara Afrika seperti Mesir, Senegal, dan Afrika Selatan yang tertarik mereplikasi, metode Indeks ini juga telah diadopsi oleh UNDP sebagai materi dalam Panduan Pengukuran Tatakelola Pemerintahan (UNDP’s Users Guide to Measuring Local Governance). (eh)

VIVAnews

0 comments:

Posting Komentar