Banyak cerita mengenai Bung Karno (6 Juni 1901-21 Juni 1970) di luar
yang tertulis di sejarah. Harian detik menurunkannya secara berseri
untuk Anda:
Sukarno tergopoh-gopoh keluar dari kamarnya. Pagi itu perutnya melilit dan terburu-buru hendak masuk toilet Istana.
Sesaat
sebelum masuk, ia menunjuk ke arah tumpukan koran, yang setiap pagi
ditaruh di muka kamarnya. “Heh, ayo cepat, itu koran semua aku mau baca
di kakus,” kata Sukarno.
Namun orang yang dimintai tolong malah
menyandera harian Suluh Indonesia, corong Partai Nasional Indonesia.
“Apa benar ini berita Bapak menukar Pope dengan jalan bypass?” tanya
Guntur Soekarno.
Pope yang dimaksud adalah Allen Lawrence Pope,
pilot asal Amerika Serikat yang pesawatnya, B-26 Invader, ditembak jatuh
TNI di Maluku pada 1958. Saat itu Pope, yang pensiunan militer Amerika,
tengah menjalani misi pengeboman CIA buat menyokong pemberontakan
Perdjuangan Rakjat Semesta alias Permesta.
Pope awalnya disebut
Amerika sebagai tentara bayaran. Nahas bagi Pope. Saat dibekuk, dia
membawa banyak dokumen yang mengindikasikan dia memang bekerja buat CIA
lewat Civil Air Transport, maskapai yang dipakai dinas rahasia Amerika
itu buat operasinya di Timur Jauh.
Pope setidaknya 12 kali
membombardir lapangan udara TNI dan pelabuhan sipil di Maluku dan
Sulawesi. Pria asal Miami itu hanya mengakui dua misi penerbangan saja,
tapi pengadilan Indonesia pada 1960 memvonisnya hukuman mati.
Pada
1961, Presiden Dwight D. Eisenhower diganti John F. Kennedy. Gaya
politik luar negeri Amerika pun berubah dan lebih bersahabat terhadap
Indonesia.
Sukarno, yang sebelumnya akan digergaji kursi
presidennya, malah diundang ke Gedung Putih. Diduga saat itulah masalah
Pope dibahas.
Setahun setelah pertemuan itu, Pope diam-diam
diantar pesawat Negeri Abang Sam di bandara Jakarta. Sebelum dia
dipulangkan, Sukarno berpesan, ”Jangan muncul ke publik, jangan membuat
cerita aneh-aneh. Pulang dan menghilanglah dan kami akan melupakan
semuanya,” ujarnya seperti ditulis dalam buku Subversion as Foreign Policy The Secret Eisenhower and Dulles Debacle in Indonesia.
Pemulangan
Pope itu tidaklah gratis. Kennedy mesti membarternya dengan pesawat
angkut Hercules dan dana pembangunan jalan bypass dari Cawang ke Tanjung
Priok.
Lain lagi cerita Bambang Avianto, putra sulung Marsekal
Pertama Joko Nurtanio. Anak penggagas industri penerbangan Indonesia itu
menunjuk pada bangkai helikopter Bell-47 J2A Roger, yang 30 tahun
teronggok di ujung landas pacu Husein Sastranegara.
Bambang
mengatakan helikopter kepresidenan era Sukarno itu merupakan hadiah
Presiden Kennedy. Helikopter berjulukan si Walet itu status resminya
hadiah, tapi sejatinya bagian dari barter dengan Pope. “Itulah salah
satu kelebihan diplomasi Bung Karno,” ujarnya.
Kennedy memang ingin menjauhkan Sukarno dari Cina dan Uni Soviet. Taktik yang dipakai adalah memberi bantuan nonmiliter.
Namun
bernarkah Sukarno menukar Pope dengan pesawat dan sejumlah proyek
pembangunan? Ketika Guntur Soekarno mendesak soal itu, ayahnya cuma
tertawa.
Usai urusannya di toilet istana pada 1960-an itu,
Sukarno cuma berujar, “Mudah-mudahan Amerika kirim Pope yang lain. Kalau
tertangkap nanti, aku minta tukar dengan Ava Gardner dan Yvonne de
Carlo!”
Kisah Sukarno selengkapnya bisa dinikmati di Harian detik.
13 Juni 2013
Mengenang Bung Karno : Taktik Barter Sukarno Melawan CIA
4:02:00 AM
No comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar